Part I “
Tak Mengenal Cinta “
Keceriaan, kesenangan dan
kepolosan,…
Masa –
masa dimana hanya main, main dan bermain yang selalu ada di benak ini, Masa
kecil, tak banyak yang dapat di ingat. Rasa keceriaan, kesenangan dan kepolosan
yang selalu menghampiri setiap waktu yang di jalani, tak mengenal waktu, tak
mengenal lelah, dan tak mengenal kotor,.. hal itu sewaktu aku berada di bangku
sekolah dasar.
Aku
berada di tengah dalamnya cinta yang damai, tulus dan penuh warna. Pengalaman
dan kenangan masa kecil yang berakibat mempunyai maksud dan arti di masa
sekarang dan masa depan. Sewaktu kepindahan ku dari Kota Palembang, kota kelahiranku,
kota yang ku habiskan masa-masa kanak-kanak ku untuk sementara. Tinggal di
keluarga yang sangat sederhana membuat diri ini merasa kurang percaya diri.
Mungkin rasa itu tumbuh saat ku melihat teman-teman sebayaku yang hidupnya
serba ada. Ya,.. tapi, aku tak mengerti dan tahu rasa yang aku rasakan ini,
rasa kurang percaya diri yang membuat keseharian ku terlihat menjadi orang
pemalu dan tak peduli orang-orang dan lingkungan yang ada disekitarku. Banyak
hal yang tak dimengerti saat hati yang belum pernah mengatasinya dan perilaku
yang akan mencerminkan perasaan yang terpendam di dalam hati. Saat aku telah
duduk di bangku kelas 1 (dua) sekoalah dasar negeri, aku bisa di katakana
menjadi anak yang nakal dan emosional tinggi. Hari – hari yang ku lewati di
hiasi oleh musuh yang ada disekitarku. Teman bisa jadi musuh, musuh bisa jadi
teman. Kadang sulit bagi tuk menemukan teman sejati semasa itu, rasa egois yang
keras tercermin di setiap rautan wajah ini ketika diam. Aku tak takut padam
siapapun, asalkan merka tak mengusik ku, aku pun tak akan mengusik meraka. Saat
joni yang berbadan besar dan gendut mengusik ku, aku pun tak tinggal diam,..
perkelahian pun terjadi di mana didalam kelas yang sepi saat jam istirahat. aku
pun tak tahu apa yang terjadi, di dalam pikiran ku hanya membayangkan ketika
aku menonton televisi yang ada pukul-pukulnya. Terpintas aku pun mencontoh
nya,.. saat teman-teman sekelas menghampiri dan memisahkan kami, guru kelas pun
tiba-tiba datang dan membawa kami ke kantor ruang kepala sekolah,.. hanya
celotehan keras yang terdengar di telinga ini, tak menyadari apa yang sudah
terjadi akibat atau pun tuk menjadi pelajaran. Keesokan hari nya, dimana emosi
telah mereda dan akan berniat tuk belajar, ketika jam pertama di mulai ,.. aku
melihat joni duduk di bangku belakang tempat ku duduk. Saat guru telah selesai
mengajarkan kami membaca B U D I “budi” P E R G I “pergi” K E “ke” P A S A R
“pasar” serentak kami menirukan ucapan guru yang kami dengar,.. tiba-tiba joni
dari belakang memegang kepala ku dan memantukkannya ke meja ku,.. seketika
kejadiaan itu berlangsung, aku bergegas mengejar joni tuk membalasnya, namun
joni berlari kencang dan aku melihat darah yang mengalir dari hidungku. Sejenak
terdiam dan tak tersadar bahwa darah itu akibat pantukan ke meja yang telah di
lakukan oleh joni. Farhan bergegas memanggil guru kelas ku melihat aku yang
mengeluarkan darah. Aku hanya terdiam dan berusaha memberhentikan darah ini
dengan pakaian yang aku kenakan. Guru pun tiba dengan celotehannya, bergegas
mengambil air tuk membersihkan darah ku ini. Ibu guru menyuruh ku tuk membuka
pakaian yang kukenakan,untuk membersihkan darah ini. Aku hanya memakai kaos
singlet berdiri di depan kelas, dan menjadi bahan tontonan teman-teman
sekelasku. Dengan rasa malu, kesal dan marah terhadap perlakuan joni
terhadapku. Kata guru kelas ku yang sedang membersihkan darah ini menggunakan
kain pakaian yang kukenakan joni sudah pulang dan melarikan diri kabur dari
sekolah. Darah yang telah berhenti dari hidungku dan pakaian yang berhamburan
darah dan air tak bisa kukenakan kembali. Akhirnya guru menyuruhku pulang
duluan dari pada teman-teman sekelasku yang timbul rasa senang menghiasi
sedikit di ahri ku yang kelam ini., berjalan kaki sendiri mengenakan kaos
singlet dan pakaian sekolah berada di bahu menuju ke rumah. Sesampainya di
rumah, celotehan yang bisa kudengar lagi dan lagi terdengar dari mulut ibu
ku,.. aku pun menjelaskan dengan rasa kesal dan marah kejadian yang telah
kualami tersebut. Ibu ku pun yang taka asing dan telah biasa menghadapi
kelakuna ku yang selalu begini, mungkin ini hal
terparah yang kualami. Menjadi anak yang pemalu dan suka berkelahi. Jauh
dari kata sabar, bahkan sabar itu pun tak dapat kudapatkan dan kurasakan saat
emosi yang menyelimuti ini meluap.
Sejak aku diturunkan di dunia ini sampai saat naik
ke kelas 4 Sekolah Dasar. Meminjakkan kaki di kota yang aku tak tahu kota apa
ini. Ternyata, aku meminjakkan kaki ku di Desa Sei Buluh tepatnya di Dusun Sei
Buluh. Dusun yang masih penuh dengan hutan yang lebat dengan binatang-binatang
buas yang masih ada menemani lingkungan hutan sekitar rumahku. Meskipun Dusun
ini sepi namun aku merasa kedamaian dan keasyikan sendiri dalam tiap langkah
yang ku jalani. Tiba saat nya aku masuk sekolah dasar negeri yang berada di
dusun tersebut. Suasana baru, lingkungan baru, teman baru dan yang pasti baju
baru. Hehehe,… ^_^ rasa malu yang hanya tercermin dalam pancaran wajahku kepada
teman-teman ku yang baru. Sulit untuk beradaptasi mulai dari gaya bahasa,
tingkah laku dan gurauan-gurauan yang mereka miliki. Setiap hari aku melakukan
aktifitas ku untuk belajar dan bermain di Sekolah Dasar ini (kecuali hari
minggu ya… hehhehe). Sedikit demi sedikit dan akhirnya banyak, aku bisa
mengetahui dan memahami arti gaya bahasa, paham akan sanda gurau mereka, dan
menerima tingkah laku mereka yang sedikit usil. Tiga tahun yang aku lalui seakan
terasa cepat dan tak berarti dari duduk dibangku kelas 4 sampai sekolah dasar.
Belajar, bermain, dan bercada gurau seperti anak kecil sebagaimana mestinya.
Seorang anak laki-laki kecil yang pendiam malu dan emosional itu lah aku, tak
banyak berkata bukan berarti emas melainkan malu. Hanya sebuah kata-kata
cetukan yang selalu terucap, bersanding dengan teman-teman yang baru terasa
canggung dan tak merasa nyaman. Tak punya teman akrab yang menemani hai-hari
belajarku. Kebiasaan yang berbeda dan sanda gurau yang aneh, aku tak merasa
bebas dan lepas dalam kehidupan sekolah ini, rasa malu selalu menyelimuti dan
tak ada rasa percaya diri. Padahal di waktu proses pembelajaran aku orang yang
aktif, selalu terkesan sombong dan nyeletuk pembicaraan ajaran guru ku. Kadang
terkesan sebagai anak yang kurang ajar juga sih,. Hehee…. “anak seusia ini
apakah tahu namanya piker panjang” kata Diri ini sekarang.
Namun, waktu aku berada di bangku kelas 6
sekolah dasar, aku diperkenalkan dengan sebuah nama nya “cinta”. Aku mengalami hal-hal yang aneh dalam proses hidupku di
bangku sekolah ini. Mendapatkan kado yang berisikan buku tulis yang langsung
berada di dalam tas ku bahkan aku pun lupa bahwa hari ini aku berulang tahun.
Sewaktu aku pulang kerumah aku menanyakan kepada ibu ku dan berkata “ Ma, Buku
siapa ini dalam tas ku. Mama menjawab “Gak
tahu”. Mama melihat buku itu dan memperhatikan nya Mama berkata “ punya
temen kamu mungkin, oh ya hari ini kan ultah kamu, mungkin kado dari temen
kamu”. Aku hanya diam dan tak menjawab apa-apa. Aku pun tak tahu arti ulang
tahun itu apa. Didalam keluargaku tak mengenal namanya hari ulang tahun, tak
ada perayaaan, dan tak ada ucapan dari Mama, Bapak dan saudara-saudaraku sekali pun. Karena sudah kebiasaan keluarga ku
yang selalu tidak merayakan setiap ulang tahun anggota keluarga ku. Aku hanya
berpikir untuk belajar dan bermain, ketidaktahuan akan rasa bahagia atas
pemberian kado ini. Aku hanya termenung dan menganggapnya hanya sebuah buku
tulis. Tapi, rasa penasaran ku pun datang untuk mencari tahu dan selalu
memikirkan sebuah kado yang berisi kan buku tulis ini dengan tak ada nama
pengirimnya. Keesokan harinya aku mencari tahu siapakah orang yang memberikan
kado untuk yang pertama kalinya aku dapatkan. Aku mencoba bertanya sama teman laki-laki
sekelas ku, bertanya secara diam-diam karena aku merasa malu kepada teman-temanku.
Rasa malu dan penasaran menyelimuti setiap waktu belajarku di dalam kelas. Tak
seorang pun dari temen lai-laki ku yang mengaku dan tahu akan kado itu. Aku
memberanikan diri ku bertanya kepada teman perempuan sekelasku, dengan ras
malu. Dari jawaban mereka, akhirnya aku menemukan nama pengirim kado tesebut
yang ternyata dia. Dia yang aku anggap seperti teman biasa, teman sekelas yang
belajar dan bermain bersam-sama.. Tapi, dia punya ciri khusus dia galak, judes,
dan sedikit tomboy atau laki-laki waktu bertemu dengan ku. Itu yang kurasakan
jika aku berhadapan dengan nya. Perasaan takut, malu dan berdebar-debar. Padahal, waktu dia bersama teman-teman nya
yang lain dia ramah, baik dan penuh sanda gurau karena aku diam-diam
memperhatikannya. Walupun kadang-kadang dia emang suka marah pada orang yang
menggangunya. Hal itu bagiku wajar, tapi, dia sangat gak wajar bersikap didepan
ku. Aku tak tahu itu, cinta, malu, atau keisengan belaka.
Setelah
saat itu ada suatu hari dimana aku mendapatkan sebuah surat yang berisikan sebuah
untaian kata-kata cinta didalam nya. Aku tak tahu, isi surat itu menyebutkan
nama ku dan disertai lantunan puisi cinta yang sederhana untuk dipahami. Di
dalam surat itu terdapat satu nama “Lija” dia adalah teman sekelas ku. Dan
langsung aku bertanya padanya, lija pun mengaku bahwa bukan dia yang menulis
surat tersebut, di dalam hati ku, aku pun yakin kalau surat itu dibuat oleh
lija. Pertanyaan itu datang dalam benak ku. “siapa yang mengirimkan surat cinta ini ! “. Aku pun terus berusaha
mencari tahu siapa seseorang itu, bertanya-tanya dengan teman dekat ku.
Diam-diam menyelidikinya sendiri dengan gaya tulisan yang ad di surat itu.
Akhirnya, aku menemukan seseorang tersebut dari ucapan temen-teman yang
kudengarkan dan tulisan didalam surat itu sama persis dengan tulisan dia. Dia yang
telah kemarin mmberikan kado waktu ultahku dan sekarang menirimkan surat cinta
mengatas namakan orang lain. Aku tahu mengapa dia melakukan semua ini kepadaku.
Aku masih dengan yang polos dan tak mengiarukan semua itu.
Suatu
ketika waktu jam istirahat tiba, kami bermain gambar-gambaran, kelereng, karet
dan lain-lain. Ketika aku sedang membaca buku di dalam kelas yang merasa
sendiri. Tiba-tiba, teman-teman kelas ku mengungci pintu kelas. Doorrrhhh,. Aku
kaget dan melihat pintu kelas yang telah tertutup. Ketika aku melihat
sekelilingku, melihat tiap sisi ruang kelas. Ternyata, aku tersadar hanya ada
dia yang ada di dalam kelas ini. Aku dan dia berada berdua di dalam ruang kelas
yang terkunci. Aku pun hanya bingung dan malu karena olokan dari teman-teman. Tanpa
kata-kata aku melihat dia yang sedang teriak-teriak dengan heboh sendiri untuk
keluar dari dalam kelas. Melihat dia begitu, aku pun bergegas mendorong-dorong
pintu dan ingin nekat keluar dari jendela ruang kelas ini. Aku merasa sangat
sangat malu yang tak tertahan lagi. Akhirnya, tidak lama dari itu teman-teman
pun membukakan pintu kelas untuk kami.
Didalam
kami belajar diruang kelas, dia ialah anak pintar dan rajin. Dia mendapatkan
nilai yang bagus-bagus dan selalu masuk 4 (empat) besar tiap pembagian hasil
nilai raport kelas. Walaupun dia adalah sainganku dalam memperoleh peringkat di
dalam kelas. Aku pun menganggap aku hanya belajar seperti biasa di dalam kelas.
Aku pun kaget mendapatkan peringkat. Dari mulai itu aku harus
mempertahankananya selalu berusaha ingin
jadi yang pertama.
Hal-hal
aneh yang tak biasa aku alami sebagai anak sekolah dasar pun akhirnya terjawab.
Dimana tinggal menghitung hari ujian nasional Sekolah Dasar berada di hadapan
ku. Di saat pelajaran kosong yang setelahnya istirahat. Dia pun datang
menemuiku, mengatakan cintanya kepada ku dengan membawa makanan ringan untuk ku
sebagai simbolis bahwa dia mencintaiku. Aku pun kaget, tersipu malu dan spontan
menjawab,.. “apa ! kecil-kecil pacaran“
aku tak mengindahkannya, tak peduli dengan perasaannya. Aku pun lari dari
tempat itu seakan mau kabur dengan perasaan malu yang luar biasa. Sampai
disuatu hari kami terjadi konflik yang aku pun tak tahu dan menyadari penyebab
permasalahan kami itu apa, dimana dia marah-marah, kesal, sampai-sampai
terjadilah perkelahian anak-anak tanpa disadari. Aku pun makin bingung, dan
berkata “Kok, jadi gini ya ! mengapa di
marah pada ku. Pusing !!!’. Teman-teman sekelas pun memisahkan kami dengan
penuh keramaian dan rasa malu. Aku makin bingung dan tak tahu menahu apa yang
sedang telah terjadi ini. Bagi ku hanya kisah seotang anak kecil yang masih
ingusan yang tak mengenal arti cinta dalam sebauh hidup yang baru ia jalani.
aku belum bisa merasakan apapun di dalam hati ini. Yang ku rasakan saat aku di
hadapan cinta yang dia berikan kepadaku. Aku hanya diam tersipu malu dan tak
satu pun kata-kata yang terucap keluar dari mulut ku.
Setelah
kelulusan Sekolah Dasar di umumkan aku akan meninggalkan dusun ini. Dusun Sei
Buluh yang penuh kenangan walaupun hanya tiga tahun aku berada di kota ini.
Pergi tanpa sedikit pun ucapan perpisahan dengan dia dan teman-teman ku
lainnya. Acara perpisahan Sekolah Dasar pun terlalui, meninggalkan kota ini,
demi mengikuti orang tua ku yang pindah tugas. Hanya senyum haru dan rasa pahit
meninggalkan teman-teman SD dan dusun ini…………………
Bersambung……..